BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang masalah
Kebutuhan
dan penggunaan akan teknologi
informasi yang diaplikasikan dengan Internet dalam segala bidang seperti e-banking, ecommerce, e-government,
eeducation dan banyak lagi telah menjadi sesuatu yang lumrah. Bahkan apabila
masyarakat terutama yang hidup di kota besar tidak bersentuhan dengan persoalan
teknologi informasi dapat dipandang terbelakang atau ”GAPTEK”. Internet telah menciptakan dunia baru yang
dinamakan cyberspace[1]
yaitu sebuah dunia komunikasi berbasis komputer yang menawarkan realitas yang
baru berbentuk virtual (tidak langsung
dan tidak nyata). Walaupun dilakukan secara virtual, kita dapat merasa
seolah-olah ada di tempat tersebut dan melakukan hal-hal yang dilakukan secara
nyata
Perkembangan Internet yang semakin
hari semakin meningkat baik teknologi dan penggunaannya, membawa banyak dampak
baik positif maupun negatif. Tentunya untuk yang bersifat positif kita semua
harus mensyukurinya karena banyak manfaat dan kemudahan yang didapat dari
teknologi ini. Tentunya, tidak dapat dipungkiri bahwa
teknologi Internet membawa dampak negatif yang tidak kalah banyak dengan
manfaat yang ada. Internet membuat kejahatan yang semula bersifat konvensional
seperti pengancaman, pencurian dan penipuan kini dapat dilakukan dengan
menggunakan media
komputer
secara online dengan risiko tertangkap
yang sangat kecil oleh individu maupun kelompok dengan akibat kerugian yang
lebih besar baik untuk masyarakat maupun negara disamping menimbulkan
kejahatan-kejahatan baru yang lain yang di sebabbkan oleh perkembangan
internet.
B.
Rumusan masalah
1.
Apa Pengertian kejahatan dunia maya
(cyber crime)?
2.
Apa saja yang ter masuk kejahatan dunia
maya(cyber crime)?
3.
Pandangan Hukum Islam mengenai kejahatan
duni maya (cyber crime)?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertia
Kejahatan dalam dunia Maya ( Cyber crime)
Kejahatan dalam dunia maya (Cyber crime) adalah istilah yang mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat,
sasaran atau tempat terjadinya kejahatan. Termasuk ke dalam kejahatan dunia maya antara lain adalah penipuan lelang secara online, pemalsuan cek, penipuan kartu credit/cardging, confidence fraud, penipuan identitas,pornografi anak dll.
Walaupun kejahatan dunia maya atau cybercrime umumnya mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer sebagai unsur
utamanya, istilah ini juga digunakan untuk kegiatan kejahatan tradisional di
mana komputer atau jaringan komputer digunakan untuk mempermudah atau
memungkinkan kejahatan itu terjadi. [2]
Contoh kejahatan dunia maya di mana
komputer sebagai alat adalah spamming dan kejahatan terhadap hak cipta dan kekayaan intelektual. Contoh kejahatan
dunia maya di mana komputer sebagai sasarannya adalah akses ilegal (mengelabui kontrol akses), malware dan serangan DoS.
Contoh kejahatan dunia maya di mana komputer sebagai tempatnya adalah penipuan
identitas. Sedangkan contoh kejahatan tradisional dengan komputer sebagai
alatnya adalah pornografianak dan judi online
Andi Hamzah dalam bukunya “Aspek-aspek Pidana di
Bidang Komputer” (1989) mengartikan cybercrime sebagai kejahatan di bidang
komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara
ilegal.
Dari beberapa pengertian di atas, cybercrime
dirumuskan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai
jaringan komputer sebagai sarana/ alat atau komputer sebagai objek, baik untuk
memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain.
B. Jenis-jenis kejahatan dalam dunia
maya (Cyber crime)
Kejahatan yang berhubungan erat dengan penggunaan teknologi
yang berbasis komputer dan jaringan
telekomunikasi ini dikelompokkan dalam
beberapa bentuk sesuai modus operandi
yang ada[3],
antara lain:
a.
Unauthorized Access to Computer System
and Service
Kejahatan
yang dilakukan dengan memasuki/menyusup ke dalam suatu system jaringan komputer
secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem
jaringan komputer yang dimasukinya. Biasanya pelaku kejahatan (hacker)
melakukannya dengan maksud sabotase ataupun pencurian informasi penting dan
rahasia. Namun begitu, ada juga yang melakukannya hanya karena merasa
tertantang untuk mencoba keahliannya menembus suatu sistem yang memiliki
tingkat proteksi tinggi. Kejahatan ini semakin marak dengan berkembangnya
teknologi Internet/intranet.
b.
Illegal Contents
Merupakan
kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke Internet tentang sesuatu hal
yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau
mengganggu ketertiban umum. Sebagai contohnya, pemuatan suatu berita bohong
atau fitnah yang akan menghancurkan martabat atau harga diri pihak lain,
hal-hal yang berhubungan dengan pornografi atau pemuatan suatu informasi yang
merupakan rahasia negara, agitasi dan propaganda untuk melawan pemerintahan
yang sah dan sebagainya.
c.
Data Forger
Merupakan
kejahatan dengan memalsukan data pada dokumendokumen penting yang tersimpan
sebagai scripless document melalui
Internet. Kejahatan ini biasanya ditujukan pada dokumen-dokumen e-commerce dengan
membuat seolah-olah terjadi "salah ketik" yang pada akhirnya akan
menguntungkan pelaku karena korban akan memasukkan data pribadi dan nomor kartu
kredit yang dapat saja disalah gunakan.
d.
Cyber Espionage
Merupakan
kejahatan yang memanfaatkan jaringan Internet untuk melakukan kegiatan matamata
terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer (computer network
system) pihak sasaran. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap saingan bisnis
yang dokumen ataupun data pentingnya (data base) tersimpan dalam suatu sistem
yang computerized (tersambung dalam jaringan komputer)
e.
Cyber Sabotage and Extortion
Kejahatan
ini dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap
suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung
dengan Internet. Biasanya kejahatan ini dilakukan dengan menyusupkan suatu logic bomb, virus komputer ataupun suatu
program tertentu, sehingga data, program komputer atau sistem jaringan komputer
tidak dapat digunakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya, atau berjalan
sebagaimana yang dikehendaki oleh pelaku.
f.
Offense against Intellectual
Property
Kejahatan
ini ditujukan terhadap hak atas kekayaan intelektual yang dimiliki pihak lain
di Internet. Sebagai contoh, peniruan tampilan pada web page suatu situs milik orang lain secara
ilegal, penyiaran suatu informasi di Internet yang ternyata merupakan rahasia
dagang orang lain, dan sebagainya.
g.
Infringements of Privac
Kejahatan
ini biasanya ditujukan terhadap keterangan pribadi seseorang yang tersimpan
pada formulir data pribadi yang tersimpan secara computerized, yang apabila diketahui oleh
orang lain maka dapat merugikan korban secara materil maupun immateril, seperti
nomor kartu kredit, nomor PIN ATM, cacat atau penyakit tersembunyi dan
sebagainya.
C. Kejahatan dalam dunia maya
(Cybercrime) persepektif Hukum pidana islam
Klasifikasi tindak pidana di dalam Islam, jika
dilihat dari segi berat ringannya hukuman ada tiga (3) jenis, yaitu hudud,
qisas diyat dan ta’zir. Jarimah Hudud adalah perbuatan melanggar hukum yang
jenis dan ancamannya ditentukan oleh nas, yaitu hukuman had (hak Allah).
Hukuman had yang dimaksud tidak mempunyai batas terindah dan tertinggi dan
tidak bisa dihapuskan oleh perorangan (si korban atau walinya) atau masyarakat
yang mewakili (ulil amri). Para ulama sepakat bahwa yang termasuk kategori
dalam jarimah hududada tujuh, yaitu (a) zina, (b) qazf (menuduh zina), (c) pencurian, (d)
perampokan atau penyamunan (hirabah),
(e) pemberontakan (al-baghy), (f)
minum-minuman keras, dan (g) riddah (murtad)[4]Jarimah
Qisas Diyat adalah perbuatan yan diancam dengan hukuman qisas.[5]dan
diyat
. Baik hukuman qisas maupun diyat merupakan hukuman
yang telah ditentukan batasnya, tidak ada batas terindah dan tertinggi, tetapi
menjadi hak perseorangan (si korban dan walinya). Hukum qisas diyat perapannya
ada beberapa kemungkinan, seperti hukum qisasbisa berubah menjadi hukuman diyat, hukuman diyat menjadi dimaafkan dan apabila dimaafkan
maka hukuman menjadi terhapus. Yang termasuk dalam kategori jarimah qisas diyat: (a) pembunuhan sengaja (al-qatl al-amd), (b) pembunuh semi
sengaja (al-qatl sibh alamd), (c)
pembunuhan keliru (al-qatl al khata’), (d) penganiayaan sengaja (al-jarh
al-amd), (e) penganiayaan salah (al-jarh al-khata’).[6] Jarimah
Ta’zir, secara etimologis berarti menolak atau mencegah. Sementara pengertian
terminologis ta’zir adalah bentuk hukuman yang tidak disebutkan
ketentuan kadar hukumnya oleh syara’ dan menjadi kekuasaan penguasa atau hakim[7].
Hukum dalam jarimah
ta’zir tidak ditentukan ukuran
atau kadarnya, artinya untuk menentukan batas terendah dan tertinggi diserahkan
sepenuhnya kepada hakim (penguasa). Dengan demikian syari’ mendelegasikan
kepada hakim untuk menentukan bentuk-bentuk dan hukuman kepada pelaku jarimah. Abd al-Qadir Awdah menyatakan,
sebagaimana dikutip oleh Makhrus Munajat, bahwa jarimah ta’zir menjadi tiga (3)
bagian yaitu:
1.
Jarimah hudud dan qisas diyat yang mengandung unsur subhat atau
tidak memenuhi syarat, namun hal itu sudah dianggap sebagai perbuatan maksiat,
seperti wati’ subhat,pencurian harta
syirkah, pembunuhan ayah terhadap anaknya, pencurian yang bukan harta benda.
2.
Jarimah ta’zir yang jenis jarimahnya
ditentukan oleh nas, tetapi sanksinya
oleh syar’i diserahkan kepada penguasa, seperti sumpah palsu, saksi palpu,
mengurangi timbangan, menipu, mengingkari janji, menghianati amanat, dan
menghina agama.
3.
Jarimah ta’zir dan jenis sanksinya
secara penuh menjadi wewenang penguasa
demi terealisasinya kemaslahatan umat. Dalam hal ini unsur akhlak menjadi
pertimbangan yang paling utama. Misalnya pelanggaran terhadap peraturan
lingkungan hidup, lalu lintas, dan pelanggaran terhadap pemerintah lainnya.
Dilihat
dari modus operandi dari pada kejahatan dunia maya (cyber crime), maka kalau dilihat dari
perspektif pidana Islam paling tidak terbagi menjadi dua (2) bagian:
1.
Kasus carding dimana pelaku mencuri
nomor kartu kredit milik orang lain walaupun tidak secara fisik karena hanya
nomor kartunya yang diambil dengan menggunakan software card generator di
Internet untuk melakukan transaksi di e-commerce. Selanjutnya kasus permainan
judi secara online di internet. Dalam kasus carding dan judi secara online ini menurut pendapat penulis masuk pada
kategori jarimah hudud, oleh karena carding
dan judi secara online ini tidak jauh berbeda dengan pencurian dan
perjudian konvensional hanya saja modus operandinya yang terbarukan.
2.
Masalah penipuan di website, dengan seolah-olah menawarkan dan
menjual suatu produk atau barang dengan memasang iklan di salah satu produk
atau di salah satu website sehingga orang tertarik untuk membelinya lalu
mengirimkan uang kepada pemasang iklan. Tetapi, pada kenyataannya , barang tersebut tidak ada. Hal tersebut diketahui
setelah uang dikirimkan dan barang yang dipesan tidak datang sehingga pembeli
tersebut merasa tertipu. Selanjutnya, kasus pengancaman dan pemerasan melalui
e-mail, pencemaran nama baik dengan menggunakan media internet seperti email,
mailing list, penyebaran pornografi di
website, penyebaran foto atau film pribadi yang fulgar di internet,
kasus deface atau haeking yang membuat sistem milik orang tidak berfungsi. Dalam kasus ini bisa kategorikan pada jarimah
ta’zir
Dari barbagai paparan di atas, maka
dapat dipahami bahwa kejahatan apapun bentuknya
baik konvensional maupun kejahatan yang dilakukan melalui media internet atau
cyber crime tidak akan lepas dari
hukuman, oleh karena mengganggu ketertiban umum yang angat dipelihara oleh
Islam. Seiring dengan itu di dalam hukum positif dikenal dengan adagium “setiap
kejahatan tidak boleh dibiarkan berlalu tanpa hukuman” (aut punere aut de dere,
nullum crimen sine poena)
[1] Agus Rahardjo,
Cybercrime pemahaman dan upaya
pencegahan kejahatan
berteknologi, (Bandung: PT
Citra Aditya Bakti ,
2002
[3]
Hinca IP Panjaitan dkk, Membangun Cyber
Law
Indonesia yang demokratis (Jakarta : IMLPC, 2005)
[4]
Makhrus Munajat, Reaktualisasi
Pemikiran Hukum Pidana Islam, (Yogyakarta: Cakrawala, 2006)
[5]
Qisas ialah hukuman yang berupa pembalasan setimpal (baca surat al-Baqarah ayat
178).
[6]
Makhrus Munajat, Reaktualisasi, hlm. 13
[7]
Rahmad Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000), hlm.
140-141